Si Macan

Tiga Berantai terdiri atas tiga aliran besar ilmu silat: Si Macan, Si Tembak, dan Si Karet.

Si Macan

Jurus Si Macan

Si Karet

Pencak Silat (pronounced pen-chuck see-lut) is the official name used to indicate more than 800 martial arts schools and styles spread across more than 13,000 islands in Indonesia

Sabtu, 29 November 2008

Putra Betawi Menolak Ahli Fungsi Buperta Cibubur

Rabu, 6 September 2006
Di mana lagi anak-anak muda kita bisa mendapatkan sarana untuk melatih fisik dan mentalnya, bila satu-satunya tempat yang ideal, yakni Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Pramuka atau Buperta Cibubur, dialih fungsikan menjadi area komersial.






Di mana lagi keluarga-keluarga ekonomi menengah ke bawah bisa menikmati tempat rekreasi murah yang letaknya strategis, mudah dijangkau dari pusat kota Jakarta dengan biaya murah, jika Buperta Cibubur seluas 210 hektare yang telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata, konservasi, dan resapan itu sebagian luasnya, 33 hektare, dialihfungsikan?
Adalah Persatuan Pencak Silat Putra Betawi yang bersikeras menolak pengalihfungsian lahan Buperta Cibubur menjadi tempat komersial tersebut. "Kami mendukung seratus persen pihak-pihak yang menolak, antara lain Deputi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora) Bidang Pemberdayaan Olahraga Sudrajat Rasyid, Asisten Pembangunan Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nurfakih Wirawan, Kepala Dinas Tata Kota Hari Sasongko, Walikota Depok Nurmahmudi Ismail, Wakil Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Parni Hadi dan para karyawan. Kami berada di belakang mereka," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Pencak Silat Putra Betawi H Deddy Surjadi SE, Selasa (5/9).
Putra Betawi dan 100 perguruan pencak silat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) akan menurunkan kekuatan massanya (sekitar 10.000 pesilat) bila pihak pengelola Buperta, Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka Prof Dr dr Azrul Azwar MPH dan PT Prima Tangkas Olahdaya (pihak ketiga) masih ngotot melakukan alih fungsi Buperta itu.
"Putra Betawi dan 100 perguruan pencak silat di Jabodetabek akan mengirimkan surat kepada Menpora Adhyaksa Dault, Walikota Depok Nurmahmudi Ismail, untuk mendukung penolakan mereka sehubungan rencana alih fungsi itu. Selanjutnya kami akan berada di belakang mereka," ujar Deddy Surjadi.


Pendiri Perguruan Pencak Silat Tiga Berantai, H Mamak, menambahkan, tidak hanya perguruan-perguruan pencak silat di Jabodetabek yang rutin memanfaatkan Buperta Cibubur sebagai arena latihan menempa fisik dan mental para atlet, Pengurus Besar IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) juga sering sekali menggunakan Buperta sebagai tempat menggelar event.
"Terakhir kali PB IPSI menggelar Festival Nasional Seni Pencak Silat di sini. Cabang olahraga lain juga menggunakan Buperta Cibubur sebagai tempat latihan fisik dan mental. Bahkan ormas partai politik juga sering menggunakan Buperta sebagai pusat kegiatan kadernya," ujar H Mamak.
Rabu (26/7) lalu, pihak Buperta Cibubur dan PT Prima Tangkas Olahdaya telah menandatangani nota kesepakatan untuk pengelolaan Buperta Cibubur, dengan pemberian keuntungan tetap Rp 125 juta per bulan. Berarti kini pihak PT Prima tinggal menunggu keputusan dari Pemprov DKI Jakarta.
Sementara itu, rencana alih fungsi Buperta Cibubur dinilai menyalahi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Kawasan Bogor Puncak Cianjur. Dalam keppres itu ditegaskan bahwa kawasan Buperta Cibubur di Kecamatan Cimanggus, Jakarta Timur, dan bagian Kota Madya Depok harus diarahkan sebagai daerah konservasi.
Pada kesempatan sebelumnya Asisten Pembangunan Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Nurfakih Wirawan dan Kepala Dinas Tata Kota Hari Sasongko menyatakan sejauh ini Pemprov DKI belum menerima proposal mengenai rencana penggunaan lahan terkait dengan proses pengurusan perizinan.
Hari Sasongko menegaskan, Buperta Cibubur di bagian timur Jakarta itu merupakan kawasan dengan pembangunan terbatas, koefisien dasar bangunan (KDB) 5 persen. Kalau melebihi, itu pelanggaran, dan Pemprov DKI tidak akan tinggal diam. KDB 5 persen berarti hanya bisa dibangun 10,5 hektare dari luas keseluruhan 210 haktare. Kalau 33 hektare yang akan digunakan untuk sentra usaha otomotif, yang boleh dibangun hanya 1,65 hektare.
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail bahkan lebih tegas mengatakan tidak akan memberikan izin mendirikan bangunan (IBM). (Yon Parjiyono)

PENCAK SILAT

Pencak Silat atau Silat (berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri) ialah seni bela diri Asia yang berakar dari budaya Melayu. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura tapi bisa pula ditemukan dalam berbagai variasi di berbagai negara sesuai dengan penyebaran suku Melayu, seperti di Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, saat ini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat yang tangguh.
Di Indonesia, pencak silat diatur oleh IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Bersilat ialah istilah yang diberikan pada seseorang yang sedang berlaga dengan menggunakan seni bela diri pencak silat. Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa), adalah nama organisasi yang dibentuk oleh Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam untuk mewadahi federasi-federasi pencak silat di berbagai negara.
Istilah dalam pencak silat
Sikap dan Gerak
Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat.
Teknik-Teknik
Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan menyerang. Praktisi biasa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan. Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar, menahan, mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
Jurus-Jurus
Pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai penggunaan tehnik-tehnik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih secara tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh, mengajarkan penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau aliran seluruh tubuh.
Aspek dan bentuk silat
Kesenian Randai dari Sumatra Barat memakai silek (silat) sebagai unsur tariannya.
Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat, yaitu:
1. Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat jaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
2. Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
3. Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
4. Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.
Bentuk pencak silat dan padepokannya (tempat berlatihnya) berbeda satu sama lain, sesuai dengan aspek-aspek yang ditekankan. Banyak aliran yang menemukan asalnya dari pengamatan atas perkelahian binatang liar. Silat-silat harimau dan monyet ialah contoh dari aliran-aliran tersebut. Adapula yang berpendapat bahwa aspek bela diri dan olah raga, baik fisik maupun pernapasan, adalah awal dari pengembangan silat. Aspek olah raga dan aspek bela diri inilah yang telah membuat pencak silat menjadi terkenal di Eropa.
Bagaimanapun, banyak yang berpendapat bahwa pokok-pokok dari pencak silat terhilangkan, atau dipermudah, saat pencak silat bergabung pada dunia olah raga. Oleh karena itu, sebagian praktisi silat tetap memfokuskan pada bentuk tradisional atau spiritual dari pencak silat, dan tidak mengikuti keanggotaan dan peraturan yang ditempuh oleh Persilat, sebagai organisasi pengatur pencak silat sedunia.
Tingkat kemahiran
Secara ringkas, murid silat atau pesilat dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkat kemahiran, yaitu:
1. Pemula, diajari semua yang tahap dasar seperti kuda-kuda,teknik tendangan, pukulan, tangkisan, elakan,tangkapan, bantingan, olah tubuh, maupun rangkaian jurus dasar perguruan dan jurus standar IPSI
2. Menengah, ditahap ini, pesilat lebih difokuskan pada aplikasi semua gerakan dasar, pemahaman, variasi, dan disini akan mulai terlihat minat dan bakat pesilat, dan akan disalurkan kepada masing-masing cabang, misalnya Olahraga & Seni Budaya.
3. Pelatih, hasil dari kemampuan yang matang berdasarkan pengalaman di tahap pemula, dan menengah akan membuat pesilat melangkah ke tahap selanjutnya, dimana mereka akan diberikan teknik - teknik beladiri perguruan, dimana teknik ini hanya diberikan kepada orang yang memang dipercaya, dan mampu secara teknik maupun moral, karena biasanya teknik beladiri merupakan teknik tempur yang sangat efektif dalam melumpuhkan lawan / sangat mematikan .
4. Pendekar, merupakan pesilat yang telah diakui oleh para sesepuh perguruan, mereka akan mewarisi ilmu-ilmu rahasia tingkat tinggi.
Pencak silat di dunia
Pesilat Vietnam memperagakan permainan golok.
Pencak Silat telah berkembang pesat selama abad ke-20 dan telah menjadi olah raga kompetisi di bawah penguasaan dan peraturan Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa, atau The International Pencak Silat Federation). Pencak silat sedang dipromosikan oleh Persilat di beberapa negara di seluruh 5 benua, dengan tujuan membuat pencak silat menjadi olahraga Olimpiade. Persilat mempromosikan Pencak Silat sebagai kompetisi olah raga internasional. Hanya anggota yang diakui Persilat yang diizinkan berpartisipasi pada kompetisi internasional.
Kini, beberapa federasi pencak silat nasional Eropa bersama dengan Persilat telah mendirikan Federasi Pencak Silat Eropa. Pada 1986 Kejuaraan Dunia Pencak Silat pertama di luar Asia, mengambil tempat di Wina, Austria.
Pada tahun 2002 Pencak Silat diperkenalkan sebagai bagian program pertunjukan di Asian Games di Busan, Korea Selatan untuk pertama kalinya. Kejuaraan Dunia terakhir ialah pada 2002 mengambil tempat di Penang, Malaysia pada Desember 2002.
Selain dari upaya Persilat yang membuat pencak silat sebagai pertandingan olahraga, masih ada banyak aliran-aliran tua tradisional yang mengembangkan pencak silat dengan nama Silek dan Silat di berbagai belahan dunia. Diperkirakan ada ratusan aliran (gaya) dan ribuan perguruan.
Padepokan Pencak Silat Indonesia
Pintu Gerbang Padepokan Pencak Silat
Padepokan adalah istilah Jawa yang berarti sebuah kompleks perumahan dengan areal cukup luas yang disediakan untuk belajar dan mengajar pengetahuan dan keterampilan tertentu. Padepokan yang disediakan untuk belajar dan mengajar Pen-cak Silat dinamakan Padepokan Pencak Silat.
Padepokan Pencak Silat Indonesia (PnPSI) adalah padepokan berskala nasional dan internasional yang berlokasi di di tas lahan yang luasnya sekitar 5,2 hektar di kompleks Taman Mini Indonesia Indah. Luas total bangunannya sekitar 8.700 m2 dan luas total selasar-selasarnya sekitar 5.000 m2. Padepokan ini secara resmi dibuka oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 April 1997.
Padepokan Pencak Silat Indonesia (PnPSI) mempunyai sekurang-kurangnya 5 fungsi, yakni :
1. Sebagai pusat informasi, pendidikan, penyajian dan promosi berbagai hal yang menyangkut Pencak Silat.
2. Sebagai pusat berbagai kegiatan yang berhubu-ngan dengan upaya pelestarian, pengembangan, penyebaran dan pening-katan citra Pencak Silat dan nilai-nilainya.
3. Sebagai sarana untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan masyarakat Pencak Silat Indonesia.
4. Sebagai sarana untuk mempererat persahabatan diantara masyarakat Pencak Silat di berbagai negara.
5. Sebagai sarana untuk memasyarakatkan 2 kode etik manusia Pencak Silat, yakni : Prasetya Pesilat Indonesia dan Ikrar Pesilat.
Organisasi Pencak Silat
• PERSILAT- Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa
• IPSI - Ikatan Pencak Silat Indonesia
• PESAKA Malaysia - Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia
• PERSISI - Persekutuan Silat Singapore
• EPSF - European Pencak Silat Federation
Sampai saat ini Anggota Organisasi Pencak Silat yang sudah terdaftar/tercatat di PERSILAT sebanyak 33 organisasi di seluruh dunia.
Aliran dan perguruan di Indonesia
• Silat Perisai Diri – teknik silat Indonesia yang diciptakan oleh Pak Dirdjo (mendapat penghargaan pemerintah sebagai Pendekar Purna Utama) yang pernah mempelajari lebih dari 150 aliran silat nusantara dan mempelajari aliran kungfu siauw liem sie (shaolin) selama 13 tahun. Teknik praktis dan efektif berdasar pada elakan yang sulit ditangkap dan serangan perlawanan kekuatan maksimum. Saat ini merupakan silat yang paling dikenal dan banyak anggotanya di Australia, Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, lihat pula: Perisai Diri Cabang Bandung
• Silat Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria - ORGANISASI Pencak SIlat bernafaskan agama Katolik.didrikan oleh 7 dewan pendiri, termasuk Rm. Hadi,Pr. dan Rm. Sandharma Akbar,Pr.
• Silat Merpati Putih - perguruan Pencak Silat Beladiri Tangan Kosong (PPS Betako)
• Silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah - organisasi pencak silat di bawah organisasi Muhammadiyah
• Silat Zulfikari – ajaran bela diri dari Qadiri Rifai Tariqa
• Pukulan Bongkot – suatu aliran silat
• Silat Mubai - silat Muslim
• Silat Hikmatul Iman Indonesia - perguruan beladiri yang didirikan oleh Dicky Zainal Arifin. Merupakan aliran silat tersendiri tanpa pengaruh dari aliran manapun.
• Silat Elang Putih - perguruan beladiri yang didirikan/dikembangkan oleh Pak Enjum Bin Bangkel dan Hadiana Candra K, dan bertempat di Bogor. Merupakan aliran silat yang terdiri dari gabungan pencak silat aliran di Jawa Barat.
• Pusaka Sakti Mataram Lakutama PPS Inti Ombak - perguruan pencak silat yang mengaju pada jaman mataram jogja dan bercampur dengan aliran madura berkembang dengan tujuan pelestarian budaya bangsa.
Sumatera
• Silek Tuo (Silat Tua) dan Silek Harimau (Silat Harimau) – aliran silat tua dari suku Minangkabau di Sumatera Barat
• Silat Sabandar - adalah silat yang berasal dari daerah Pagaruyung, Sumatera Barat, namun dikembangkan di Kampung Sabandar, Karangtengah, Cianjur.
• Pencak Silat Pertempuran – aliran silat yang terdiri dari gabungan beberapa aliran, terutama Pencak Silat Pamur dan Silat Sterlak. Pengaruh silat Indo-Melayu lainnya termasuk: Seni Bela Diri Silat Jati Wisesa dan Raja Monyet Silat
• Pencak Silat Gerakan Suci – merupakan pengembangan dari Pencak Silat Mande Muda
Betawi
• Silat Cingkrik - salah satu dari 300 aliran silat Betawi, salah satu tokohnya adalah si Pitung. Banyak ditemukan di Rawa Belong, Jakarta Selatan, yang masih bertahan sampai saat ini adalah Cingkrik Goning dan Cingkrik Sinan, keduanya dinisbatkan pada nama pewarisnya Engkong Goning dan Engkong Sinan. Karakter teknik beladirinya adalah mengandalkan takedown atau bantingan. Cingkrik Goning misalnya, memiliki 80 teknik takedown yang bisa dipelajari sampai tamat. Pewaris Cingrik Goning sekarang adalah Tb. Bambang Sudradjat yang melatih di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia
• Silat Silau Macan - salah satu silat Betawi yang berasal dari Condet, Jakarta Timur. Tokohnya yang terkenal adalah Entong Gendut, pahlawan Betawi yang melakukan pemberontakan Villa Nova yang terkenal pada tahun melawan pemerintah Belanda.
• Silat Sabeni - silat Betawi, Asalnya dari daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Berkembang pesat di Tanah Abang hingga daerah sekitarnya. Anak dari Babe Sabeni bin Chanam (pendiri aliran Sabeni) adalah Babe Ali Sabeni yang juga seniman sambrah, kesenian betawi. Anak dari Babe Ali Sabeni yaitu Zulbachtiar Sabeni (cucu Babe Sabeni bin Chanam) saat ini merupakan pewaris utama ilmu silat aliran Sabeni yang terus dilestarikan hingga kini (www.sahabatsilat.com). Aliran ini terus berkembangan dab memberi warna pada aliran silat lainnya di betawi yang juga dikuasai oleh Bapak Syuaeb, atau lebih dikenal dengan nama Bang Aeb. Di Jakarta, selain Bang Zulbachtiar yang merupakan cucu sabeni yang terus melatihkan aliran Sabeni di Tenabang (Tebass), juga dikembangkan oleh banyak pihak termasuk yayasan TIMA (Traditional Indonesian Martial Arts) yang didirikan dan dikembangkan oleh Adhika Aria Wijaya (yang juga penerus dari Bang Aeb), Radhitiya Wijaya (adik dari Adhika), dan Seniman Wijaya (ayah dari Adhika dan Radhi).
• Silat Tiga Berantai - berasal dari permainan silat tokoh sejarah Jakarta, Pangeran Jayakarta. Didirikan oleh H. Achmad Bunawar (H.Mamak). menggabungkan banyak aliran tradisonal lainnya
• Silat Gerak Saka - merupakan pengembangan dari aliran silat tradisional Sunda, Gerak Gulung Budidaya. Dibawa ke Jakarta oleh Raden Widarma dan dilanjutkan oleh Bang Pi'i.
• Silat Paseban - namanya diambil dari daerah Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. M. Soleh adalah pendiri aliran ini.
• Silat Si Kilat - aliran silat ini sesuai namanya mengandalkan gerakan serang yang sangat cepat oleh tangan
• Silat Kancing 7 Bintang 12 Naga berenang (Kera Sakti / Si Bunder / Naga Ngerem )- aliran silat dari Kwitang dibawa oleh Si Gondrong Jagoan Kwitang
Jawa Barat
• Silat Cimande - bersama dengan Sera (aliran kera), Pamacan (aliran harimau) dan Trumbu (pertarungan tongkat) merupakan aliran pencak silat yang didirikan Embah Kahir di akhir 1700-an di Jawa Barat. Seni ini tetap ada di beberapa desa yang ada di Sungai Cimande, termasuk desa Tarik Kolot. Kini ada lebih dari 300 variasi Cimande
• Silat Cikalong - aliran pencak silat dari Cianjur dengan tokoh Pendirinya H. Ibrahim atau R. Jaya Perbata, meninggal pada tahun 1908. Tersebar di seluruh daerah Jawa Barat dan mewarnai beberapa aliran silat di Jawa Barat dan sekitarnya. Dikenal juga dengan Ulin Maen Po Cikalong, jurus Cikalong diadaptasi pada beberapa perguruan silat Sunda, seperti Perguruan Silat Panglipur, Pusaka Siliwangi dan lain-lain.
• Silat Serak, Sera, Syera adalah salah satu aliran silat yang dikembangkan oleh KH. Raden Sarean di Bogor Jawa Barat. aliran serak ini adalah turunan dari silat Cimande.
• Silat Depokan, aliran ini berasal dari Bogor, melihat ciri khasnya aliran ini ada hubungannya dengan Cimande dan Serak. pendiri adalah bapak H. Ayub.
• Gerak Badan Pencak Margaluyu Pusat, didirikan oleh Abah Andadinata, merupakan salah satu pelopor perguruan tenaga dalam di Indonesia.
• Silat Padjajaran Nasional - Perguruan Silat yang merupakan hasil penggabungan Lima aliran Silat berpusat di Bogor, yang mempunyai cabang hingga ke Mancanegara, salah satunya di negeri Belanda, diketuai oleh Mr. Eric.
Jawa Tengah
• Silat Perpi Harimurti - berasal dari Yogyakarta, didirikan oleh Eyang Sukowinadi yang berguru pada Gusti Harimurti
• Silat PPS Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih - salah satu perguruan dengan jumlah anggota terbanyak di Indonesia. Berasal dari Yogyakarta, memiliki rumpun keilmuan yang mirip dengan Perpi Harimurti
• Tapak Suci - perguruan silat di bawah ormas Muhammadiyah. Pendirinya berasal dari Banjarnegara dan berkembang di kawasan Kauman, Yogyakarta
• Pusaka Sakti Mataram Lakutama - perguruan silat yang berasal dari Yogyakarta, didirikan oleh Ki Poleng Sudamala

Jawa Timur dan Madura
• Silat Bawean - silat dari Pulau Bawean, Jawa Timur. Silat Bawean atau orang Bawean menyebutnya pokolan, merupakan salah satu aliran dari pencak silat yang merupakan permainan beladiri dan juga sebagai hiburan.
Kalimantan
• Bersilat - silat dari Kalimantan
Bali
• Silat Bakti Negara - dirintis oleh antara lain pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai namun secara resmi didirikan pada 31 Januari 1955 oleh para pendekar Bali yakni Ida Bagus Oka Dewangkara, Pendekar Ida Bagus Oka Sahadewa, Pendekar Bagus Made Rai Keplak, Pendekar Anak Agung Rai Tokir, Pendekar Anak Agung Meranggi, dan Pendekar Sri Empu Dwi Tantra. Perguruan ini cukup berprestasi di ajang silat nasional dengan melahirkan atlet-atlet juara. Selain muatan lokal, banyak dipengaruhi aliran Cikaret dan Cikalong. * Silat Kerta Wisesa - dalam perguruan ini kembangan atau seni pencak lebih mendapat porsi dibandingkan dengan dalam perguruan Bakti Negara.
• Silat Seruling Dewata - ilmu silat dari desa Kerambitan-Tabanan yang konon sudah ada sebelum datangnya agama Hindu. Silat ini diperkenalkan kembali oleh Drs.I Ketut Nantra pada tahun 1980-an. Jurus-jurus yang dimilkinya antara lain: Harimau, Ular, Putri Bungsu, Tali Rasa.
• Silat Gobleg - ilmu silat dari Bali Utara, tepatnya Desa Gobleg yang terletak dekat Danau Tamblingan. Dan mungkin inilah satu-satunya desa di Bali atau di Indonesia di mana nama desanya di ambil dari nama tokoh silat. Gobleg adalah nama dari pendekar dan guru Silat terkemuka.Sedikit melenceng dari topik; di perbatasan kabupaten Gianyar dan Bangli ada juga desa yang bernama Siladan, menurut hikayat ini pula berasal dari kata silat. Di perbatasan itu dulu para prajurit dari Bangli dan Gianyar saling tantang dan adu tanding dengan jurus-jurus silat.
• Silat Sitembak - ilmu silat yang berkembang di Bali Utara, namun berakar dari silat Sunda
• Mepantigan - Mepantigan adalah olah raga beladiri bantingan dan kuncian tradisi Bali yang diiringi gegambuhan atau gamelan yang dirintis Putu Witsen Widjaya di awal milenium ini namun bersumberkan pada ilmu silat Bali.

Aliran dan perguruan di luar negeri
Malaysia
• Gayung Malaysia - salah satu dari 4 perguruan silat terbesar yang memiliki reputasi di Malaysia
• Silat Cekak – merupakan tipe silat bertahan, sebab memakai 99% teknik bertahan dan hanya 1% teknik menyerang. Merupakan salah satu dari 4 padepokan silat terbesar yang memiliki reputasi di Malaysia
• Silat Lincah - salah satu dari 4 padepokan silat terbesar yang memiliki reputasi di Malaysia
Thailand
• Seni Gayung Fatani – aliran silat Malaysia berasal dari Propinsi Pattani di Thailand Selatan. Salah satu dari 4 perguruan silat terbesar yang memiliki reputasi di Malaysia

Filipina
• Maphilindo Silat – aliran silat yang didirikan oleh Dan Inosanto untuk menghormati guru silatnya. Tersusun dari aliran silat Malaysia (Ma), Philippines (Phil) dan Indonesia (Indo)
Eropa
• Perisai Diri
• Gerak Ilham
Amerika Serikat
• Pukulan Pentjak Silat Serak (atau Sera) - ditemukan oleh Pak Sera dari suku Badui dan dikembangkan oleh Mas Roen dan Mas Djoet. Victor de Thouars mengajarkan Pukulan Sera di area Los Angeles
• Soempat Silat - didirikan oleh Pak Tisari Majoeki, pengembang tongkat rotan bergaris, yang aliran silat keturunannya dilanjutkan oleh Maha Guru "Pak Vic" Victor de Thouars
• ODF Silat - didirikan oleh Maha Guru "Pak Vic" de Thouars, dibangun untuk Hukum Pelaksanaan, khususnya serangan langsung dari pisau terbuka
• Tongkat Silat - didirikan Maha Guru "Pak Vic" de Thouars pada 1957, dengan pengaruh Silat Soempat dan Serak (Sera)
• Bukti Negara - aliran modern dan modifikasi Sera yang didesain oleh keturunan pemilik Sera, Pendekar Paul de Thouars. Nama Bukti Negara berarti "pemberian kepada bangsa," merefleksikan rasa terima kasih Pendekar Paul de Thouars pada Amerika Serikat semua yang diberikannya. Karena banyak pembatasan sistem induk Sera, Pendekar de Thouars memodifikasi Sera untuk membentuk Bukti Negara agar menampakkan bertambahnya perasaan pada seni
• Kuntao Silat - menggabungkan Kuntao dan Silat, seperti diajarkan Pendekar Willem de Thouars
• Pukulan Cimande Pusaka - aliran silat Cimande yang diturunkan dari Mas Jut, diajarkan oleh Pendekar William Sanders. Aliran ini termasuk seni asli Embah Kajir (Kahir) dari desa Tarik Kolot
• Persatuan Pencak Silat Inti Ombak - aliran pencak silat Madura dan Mataram (Yogyakarta), dan di lestarikan oleh Guru Daniel Prasetya yang juga merupakan saudara sepadepokan dengan Pusaka Sakti Mataram lakutama
Timor Leste
• Kmanek Oan Rai Klaran (KORK)- ditemukan oleh Pak Jose dos Santos"Naimori" Bucar di suco Suro distrik Ainaro. silat ini diakui pada zaman Indonesia dicurigai sebagai gerakan bawah tanah, tapi diakui secara resmi oleh Komandan Kodim 1633 Ainaro dan sahkan sebagai silat resmi bukan aliran klandestine setelah dilakukan tes fisik dan melihat secara langsung atraksi silatnya. diresmikah secara nasional sebagai organisasi pencak silat pada tahun 2001. Ada tujuh tingkatan atau sabuk: sabuk hijau,sabuk coklat,sabuk hitam, sabuk unggu, sabuk Merah (Guru muda),sabuk Putih, sabuk Kuning (Pendekar / Guru besar).
ada tingkatan lain yang lebih bersifat espiritual dan mistik yaitu dikenal dengan istilah Ranting III dan Alto Komando.
Martial Art KORK sendiri ada beberapa tingkatan, tapi tingkatan yang sekarang sudah diikuti baru tiga yaitu Ranting UMUM, Ranting Tiga dan Alto Komando. ranting tiga tidak ada latihan fisiknya, hanya pada penghormatan silat dan sering melakukan ritual. silat ini berpegang teguh pada nilai-nilai reliji dan kultural,yakni : -Patuh dan taat pada ajaran agama -patuh dan taat pada peraturan pemerintah -patuh dan taat pada adat istiadat.

Pesilat Indonesia Memukau Warga Moskow

Rabu, 08 November 2006 22:04

Kapanlagi.com - Tim Pesilat Indonesia yang dipimpin Ketua Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa Eddie M. Nalapraya dalam penampilannya pada Festival Seni Beladiri Internasional Terbuka ke-4 di Moskow, Federasi Rusia, telah memukau warga Moskow. Dalam siaran pers yang diterima ANTARA Jakarta, Rabu (08/11), dari KBRI Moskow diungkapkan penampilan tim silat Indonesi tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari warga Moskow yang menyaksikan festival.
Para pesilat Indonesia tersebut memperagakan gerakan seni beladiri, baik tanpa maupun dengan menggunakan senjata (golok, toya dan pecut). Kecepatan dan keluwesan gerakan, baik perorangan maupun beregu serta dalam bentuk 'perkelahian' telah mengundang decak kagum dan antusias penonton.
Festival ini bertujuan antara lain untuk mempopulerkan dan mengembangkan seni beladiri kepada masyarakat Federasi Rusia, serta mempererat hubungan dan kerjasama diantara organisasi beladiri di dunia.
Berbagai jenis olaharaga beladiri yang dipertunjukkan pada Festival adalah sambo, karate, judo dan jiujitsu, capoeira, taekwondo, wushu, kung fu, kobudo, ninjutsu, kendo, taibo, kick boxing, pencak silat Indonesia, anggar dan taichi-chuan.
Tim pesilat Indonesia terdiri atas delapan orang pesilat berasal dari empat perguruan pencak silat Indonesia yaitu Perguruan Pencak Silat 'Pamur', Perguruan Pencak Silat 'Tiga Berantai', Perguruan Pencak Silat 'Panglipur', Perguruan Pencak Silat 'Ciung Wanara' yang ditampilkan pada sesi penutup dan merupakan acara puncak Festival telah mendapat sambutan yang sangat meriah dan memukau penonton masyarakat Moskow.
Partisipasi pesilat Indonesia dalam Festival Seni Beladiri Internasional Terbuka ke-4 di Federasi Rusia merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya pada bulan Agustus 2004 pesilat-pesilat Indonesia hadir pada festival serupa yang juga dipimpin oleh Presiden Persilat Eddie M. Nalapraya dimana pada kesempatan tersebut yang bersangkutan membuka secara resmi Perwakilan Federasi Pencak Silat di Federasi Rusia yang diketuai oleh Valery Maystrovoy.
Berdirinya organisasi pencak silat di Federasi Rusia berawal dari kegiatan-kegiatan latihan pencak silat yang diselenggarakan oleh staf KBRI Moskow, mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Federasi Rusia. Pencak silat sering ditampilkan dalam acara-acara promosi seni dan budaya Indonesia kepada masyarakat setempat yang diselenggarakan KBRI Moskow, yang kemudian telah menarik minat masyarakat setempat.
Festival ini diliput oleh media cetak dan elektronik Federasi Rusia, antara lain majalah olahraga beladiri Black Belt, TV TNT, TV Stolitsa dan NTV. Presiden Persilat Eddie M. Nalapraya telah diwawancara khusus oleh televisi TNT dan majalah Black Belt. (*/lpk)

Jumat, 28 November 2008

Pencak Silat Masih Hidup di Jakarta

Kita boleh bangga, pencak silat yang menjadi satu-satunya seni bela diri tradisional bangsa Indonesia telah berkembang pesat di negara-negara Eropa bahkan hingga Amerika Serikat. Tetapi bagaimana dengan pembinaan pencak silat di Jakarta dan sekitarnya? Meski tampaknya sepi, ternyata pembinaan itu masih marak.
Bukti bahwa pencak silat masih hidup terlihat ketika Pengurus Pusat Persatuan Pencak Silat (PPS) Putra Betawi mengadakan pertunjukan yang menampilkan berbagai perguruan pencak silat yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya, Senin (21/8) lalu.
"Pertunjukan kali ini memang sengaja kami lakukan di mal. Sebab selain ingin lebih mendekatkan pencak silat kepada anak-anak muda kita, yang saat ini lebih senang memilih mal sebagai tempat menghilangkan kejenuhan. Juga agar masyarakat tahu kalau pencak silat hingga saat ini masih ada di Jakarta," ujar Sanusi dari Seksi Tradisional PPS Putra Betawi.
Hanya memang, ujar Bang Uci, begitu panggilan Sanusi yang berasal dari Perguruan Pencak Silat Pusaka Jakarta itu, dari 400 aliran yang ada di Jakarta dan sekitarnya, hanya sekitar 23 perguruan saja yang bisa ikut ambil bagian dalam pertunjukan pencak silat yang diorganisasi oleh PPS Putra Betawi.
Secara keseluruhan, pementasan yang berlangsung di Plaza Cibubur, Jakarta Timur, tersebut berlangsung menarik karena cukup banyak pengunjung mal yang berusaha melihat sendiri irama-irama gambang kromong yang ternyata beralih menjadi Gendang Pencak.
Menurut Uci, hanya satu kelemahan utama sekaligus menjadi kunci maju tidaknya pencak silat di Jakarta, yakni masalah kedisiplinan. "Sebab dalam undangan sudah kami ingatkan agar para pengurus perguruan yang ingin ambil bagian segera mendaftarkan diri mulai pukul 07.00 sampai pukul 08.00. Ternyata sampai pukul 18.00 masih ada yang mau mendaftarkan diri."
"Ya, saya sih berharap ke depan, baik itu pengurus, anak-anak kami sendiri, juga harus disiplin sehingga kalau pencak silat ini masih tetap dikenal di penjuru dunia. Kami-kami ini juga bisa sombong karena kedisiplinan orang-orang pencak silatnya," kata Uci, yang kini sudah memasuki usia 74 tahun.
Uci juga menyampaikan rasa syukurnya karena pertunjukan tersebut bisa dilaksanakan di Plaza Cibubur, sekalipun agak jauh dari pusat kota. "Ya, namanya juga gratisan. Kan yang punya mal itu Ketua Umum Persatuan Pencak Silat Putra Betawi Haji Deddy Suryadi."
"Kami hanya berharap kerja sama serupa juga bisa dilakukan dengan mal-mal lainnya dalam rangka terus menghidupkan pencak silat di Jakarta dan sekitarnya," kata Bang Uci. yang pernah menjadi instruktur beberapa film pencak silat layar lebar pada tahun 1960-an hingga tahun 1980-an, mulai dengan film Si Jampang Mencari Naga Hitam.
Kegiatan tersebut mendapat acungan jempol dari Rachmat Gobel, Ketua Harian Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI). "Kami sangat menghargai semua upaya yang sudah dilakukan Persatuan Pencak Silat Putra Betawi. Mereka ikut memperkenalkan dan melestarikan pencak silat di dalam negeri," kata Rachmat.
Sebab, tambah Rachmat, yang juga Ketua Harian Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (Persilat), bagaimanapun perkembangan pencak silat di berbagai pelosok mancanegara harus tetap didukung oleh perkembangan pencak silat di negara asalnya, Indonesia.
"Makanya, saya juga berharap kita tidak hanya mempertahankan keberadaan pencak silat, tetapi juga harus mampu mengembangkan pencak silat di negeri sendiri. Entah itu dengan menambah jurus-jurus wajib baru atau dengan menetapkan peraturan baru yang mampu menjadikan setiap pertandingan menjadi lebih fair," ujar Rachmat Gobel.
Di samping itu, kata Rachmat, Persatuan Pencak Silat Putra Betawi perlu menghidupkan kembali beberapa agenda pertandingan yang sebelumnya pernah ada. Agar para pesilat di Jakarta mempunyai tujuan setelah berlatih di perguruan masing-masing. "Sebab, dulu saya masih ingat pencak silat DKI Jakarta dan sekitarnya ini memiliki turnamen dalam rangka memperebutkan Piala Kepala Kepolisian Metro Jaya atau Piala Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya," ujarnya.
Deddy Suryadi bersama pengurus PPS Putra Betawi memang langsung berpikir cepat. "Kami sendiri sebenarnya tengah membicarakan bentuk kejuaraan apa yang akan dilaksanakan setiap tahunnya. Apa memang harus mengacu kepada peraturan PB IPSI atau cukup dengan peraturan PPS Putra Betawi, yang memang jarang dilaksanakan," katanya.
Tentu ada plus-minusnya. Sebab kalau tidak mengikuti peraturan PB IPSI, ada kemungkinan akan terjadi keributan dalam kejuaraan yang akan diadakan PPS Putra Betawi itu.
"Tetapi, kalau hanya mengikuti peraturan PB IPSI, event tersebut tidak akan menarik lagi karena pertandingan PB IPSI itu kan sudah biasa. Untuk itulah, saat ini kami masih terus membahas bersama teman-teman di PPS Putra Betawi," ujar Deddy.
"Sebenarnya," tambah Tubagus Bambang Sudrajat dari Perguruan Pencak Silat Cingkrik Goning, "Jangankan kejuaraan tetap, untuk tampil di mal seperti yang dilakukan PPS Putra Betawi sekarang ini saja sudah istimewa bagi kami. Jelas akan lebih baik lagi kalau PPS Putra Betawi mau membuat turnamen tetap dengan jadwal yang tetap pula. Waktunya silakan tentukan sendiri."
Sungguh banyak aliran pencak silat yang ada di Jakarta dan sekitarnya, sekalipun kemudian hanya beberapa perguruan pencak silat saja yang ambil bagian dalam pertunjukan tersebut. Sebut saja, seperti Perguruan Pencak Silat Mustika Kwitang, Sikak Mas Jatayu; Tiga Berantai, yang merupakan Perguruan Pencak Silat Ketua Umum PPS Putra Betawi Deddy Suryadi; Syahbandar, Pusaka Jakarta, Permata Sakti, Kancing 7 Bintang 12, Sin Lam Ba, Sutera Baja, Bakti Tama dan Perguruan Pencak Silat Cingkrik Goning yang berpusat di Kedoya, Jakarta Barat.
Perguruan tua
Hampir sebagian besar dari perguruan di atas merupakan perguruan tua. Lihat saja seperti Perguruan Pencak Silat Sikak Mas Jatayu yang didirikan tahun 1957. Sejak bergabung dalam PB IPSI pada tahun 1978 sudah banyak pesilat yang didadar.
Selain di wilayah Jakarta, perguruan ini juga diminta jajaran kepolisian untuk memberikan bekal bagi para calon pimpinan kepolisian yang tengah menyelesaikan pelajarannya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), sejak tahun 1973 hingga 1978.
Lain lagi dengan Perguruan Pencak Silat Cingkrik Goning, yang kini ditangani Tubagus Bambang Sudrajat (52). Sejak dikembangkan, Goning, perguruan silat yang lebih mengutamakan lompatan (cingkrik), itu sudah memiliki lebih dari 12 cabang di lima wilayah DKI Jakarta.
"Perguruan kami ini masih memiliki hubungan dengan Cimande karena memang asalnya dari daerah Banten," kata Bang Ajat, begitu panggilan akrab Tubagus Bambang Sudrajat.
Mau yang lebih tua lagi juga ada, yakni Perguruan Pencak Silat Kancing 7 Bintang 12 yang sejatinya ilmunya dari daerah Cabang Bungin, Karawang, dekat Rengas Dengklok. "Ilmu perguruan ini di bawa Pak Sulaiman ke Jakarta yang tinggal di Petojo, pada tahun 1832," tutur Mansyur Sakban (61), yang membuka cabang di Depok.
Ilmu Kancing 7 Bintang 12 yang permainannya lebih menyerupai gerakan kera itu diajarkan kepada Hanafi yang tinggal di Kwitang. Saat Hanafi meninggal pada tahun 1960, ilmu tersebut sudah diturunkan kepada Zakaria putra Hanafi. "Sekarang ini ilmu pencak Kancing 7 Bintang 12 ini sudah menyebar ke berbagai wilayah termasuk beberapa kota di luar Jakarta. Seperti di Bogor, maupun Tasikmalaya," kata Mansyur, murid Zakaria.
Berkembangnya pencak silat di Jakarta sungguh menggembirakan. Semua pesilat asing akan kembali ke Indonesia untuk mencari akar ilmu yang mereka pelajari di negeri asalnya.

Senin, 17 November 2008

Pencak silat di Kepulauan Indonesia

Many of the readers may wonder what pencak silat actually is. In the Philippines, with its many martial arts forms, pencak silat is still relatively unknown. And yet, pencak silat is part of our common Malay culture which covers Malaysia, Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam, the Philippines and some small islands close to them. In all these countries pencak silat can be found although its name may vary. In Malaysia, people talks of "bersilat" to indicate their self-defense techniques comprising more than 260 different styles. The same term is also used in Singapore and in South Thailand, while in Brunei Darussalam and the Southern Philippines people use the shortest version of "silat". In other Philippine regions, the term "pasilat" is also used. According to Mark Wiley, pencak silat entered the Philippines from Riau and together with the Chinese martial art of Kuntao influenced the development of "Kali", which he and other martial arts experts consider the "mother art of the Philippines" or the source of all martial arts in the country.

In my country, Indonesia, the official name used to indicate more than 800 martial arts schools and styles spread across more than 13,000 islands is "pencak silat". However, this is actually a compound name consisting of two terms used in different regions. The word "pencak" and its dialectic derivatives such as "penca" (West Java) and "mancak" (Madura and Bali) is commonly used in Java, Madura and Bali, whereas the term "silat" or "silek" is used in Sumatra. The ambition to unify all these different cultural expressions in a common terminology as part of declaring Indonesia's unity and independence from colonial power, was first expressed in 1948 with the establishment of the Ikatan Pencak Silat Indonesia (Indonesian Pencak Silat Association, IPSI). However, it could only be realized in 1973 when representatives from different schools and styles finally formally agreed to the use of "pencak silat" in official discourse, albeit original terms are still widely used at the local level.
The richness of terms reflects a wide diversity in styles and techniques across the regions due to the fact that pencak silat has been developed by different masters who have created their own style according to their preferences and to the physical environment and social-cultural context in which they live. Lets take as example West Java, Central Java and West Sumatra. West Java is inhabited by a specific ethnic group with specific cultural and social norms. For them, pencak silat is part of their way of life or as they say is "the blood in their body". In their language they say "penca" or "menpo" (from "maen poho', which literally means play with trickery) to indicate their main four styles Cimande, Cikalong, Timbangan, and Cikaret and all the schools and techniques which have derived from them. The Sundanese people have always utilized penca/mempo' for self-defense and recreation, and only recently have started to use it as a sport in national and regional competitions. In its self-defense form, using hands fighting techniques combined with a series of characteristic footsteps such as langka sigzag (zigzag step), langka tilu (triangular step), langka opat (quadrangular step) and langka lam alip, penca can be very dangerous. Therefore it is kept secret and, especially its magic (tenaga dalam or inner power) component is only taught in phases to selected students.

Penca as art (penca ibing) has been a source of inspiration for traditional Sundanese dances such as Jaepongan, Ketu'tilu', Dombret, and Cikeruhan and actually it resembles dance in its use of music instruments. These instruments, called "pencak drummers" (gendang penca), are devoted exclusively to penca performances and consist of two sets of drummers (gendang anak dan kulantir), a trumpet (tetet) and a gong. Pencak performances also use standard music rhythms such as tepak dua, tepak tilu, tepak dungdung, golempang and paleredan. Penca as art is not considered dangerous and can be openly shown to everyone. From generation to generation until today, penca performances animate wedding parties, rituals of circumcision, celebrations of the rice harvest and all kind of national festivities.

Differently from West Java, in Central Java, Javanese people have traditionally used pencak only for self-defense and are not inclined to show it in public. Furthermore, the spiritual aspect (kebatinan) is much more dominant. This is probably related to the fact that pencak silat in Central Java developed from the Sultanate of Yogyakarta and later expanded to surrounding neighborhoods after the kingdoms lost their political role in the XV and XVI centuries. In the keraton (Sultan's palace) pencak silat had undergone a transformation from pure martial art to be used in combat, to an elaborate form of spiritual and humanistic education. In this later form it spread outside the keraton walls where it developed the use of self-defense techniques to reach spiritual awareness as well as the use of inner powers to attain supernatural physical strengths.

Again pencak silat in West Sumatra is a different cultural expression in both its forms and meaning. Similarly to West Java, in West Sumatra a distinction is made between self-defense, called sile' or silat, and the related art version called pencak which has influenced many traditional dances such as Sewah, Alo Ambek and Gelombang. The ethnic group of Minangkabau who lives around the Merapi Mountain in West Sumatra regard silat as their village's heirloom (pusaka anak nagari) which is meant for the youth to defend themselves while traveling ashore and it is not intended for outsiders. Instead, pencak as a dance is accessible to everybody. In this region almost every village (nagari) has a different style (aliran) of silat as reflected by the many names, some of which refer to the founders (like Silat Tuanku Ulakan, Silat Pakik Rabun, Silat Malin Marajo) and some to the original locations where the style was developed (Silat Kumango, Silat Lintau, Silat Starlak, Silat Pauh, Silat Painan, Silat Sungai Patai and Silat Fort de Kock). These styles can be classified into two main groups according to the foot-stands (kuda-kuda) they use. In the coastal area, silat styles use a very low kuda-kuda and prefer hand techniques whereas in the mountain area the kuda-kuda is higher and foot techniques are dominant. This is due to the different environments in which silat has developed. On the sand, a high kuda-kuda would not be stable and in the mountain, where the ground is oblique and uneven, a low kuda-kuda would be impossible to practice. As a Minangkabau proverb says: "Alam takambang menjadi guru" (the surrounding nature is our teacher).

These styles and regional diversities are only few arbitrary examples to show what a rich cultural phenomena pencak silat is in Indonesia. Much more needs to be said about its origin, history, techniques and social role, but this will be for another time….

Jumat, 14 November 2008

AKHIRNYA Senior Tiga Berantai Main Film juga, pada Nonton Yupz

MERANTAU THE MOVIE

Daripada pusing mikirin bagaimana cara menguasai SEO
Bagaimana cara menaikkan Google PR.
Bagaimana cara meningkatkan traffic
Mending gue nulis yang ringan-ringan aja deh dulu...
Sekarang kita bicara mengenai film.
Sapa yang suka nonton ..
angkat tangan….
Wah pada angkat tangan semua deh…..
Eh tapi kok ada yang ngangkat kaki?
Ngapain? Oh… lagi latihan silat ya…
ngomong2 soal silat
Bagi sebagian pemuda di minangkabau –salah satunya ambo sendiri- merantau merupakan salah satu ajang yang dijadikan untuk belajar hidup mandiri. Nah sebelum kerantau tuh biasanya (dulunya) para pemuda itu dibekali berbagai ilmu. Salah satunya adalah silat
Ada pepatah minang mengatakan :
Marantau mandang kahulu, babuah babungo balun.
Marantau bujang dahulu, dikampuang paguno balun
Kita boleh berbangga, karena salah satu budaya bangsa kita bakal diangkat kelayar lebar, bakal dibuat filmnya.yang mempunyai ide ini adalah evan gerath, selaku sutradara di film ini. Katanya : Di Thailand ada ong bak di indonesia ada siapa? film ini katanya bakalan memperkenalkan silat pada dunia seperti fil ong bak memperkenalkan muay thai pada dunia.
Film yang sedang digarap ini berjudul merantau, liat aja tuh gambarnya keren kan?
Yang bakalan diangkat adalah cerita mengenai seorang pemuda minang (iko uwais) yang merantau ke Jakarta. Ibunya (christine hakim) sempat melarangnya untuk merantau. Namun akhirnya sang pemuda tetap jadi juga pergi ke Jakarta namun kerasnya kehidupan Jakarta,membuat dia tertekan, sampai akhirnya dia berkenalan dengan seorang wanita dan hidupnya mulai teratur. Namun ada masalah baru muncul. Ternyata sang wanita yang dikenalnya itu, menjadi target mafia perdagangan wanita dari eropa. Maka dimulailah petualangannya melawan mafia perdagangan wanita, seru deh..
Syutingnya bakal dilakukan di Sumatra barat dan Jakarta, dan rencananya film ini akan direlease pada bulan april 2009.

Penasaran pengen nonton?
Pengen tau lebih banyak?
liat aja di situs resminya langsung. Disini bisa dilihat langsung behind the scene pembuatan film ini.
ini salah satu artis pendukung nya yang bule:



kalo ini salah satu artis pendukungnya yang cewek :




 
  

Merantau, Mengangkat Seni Beladiri Pencak Silat
Sabtu, 1/11/2008
IST
Pesilat Iko Uwais
JAKARTA, SABTU - Sebuah film penuh laga akan meramaikan pentas perfilman yang kini kian menggeliat di Tanah Air, yakni film bertajuk Merantau. Film yang akan digarap sutradara asal Inggris Gareth Huw Evans itu, akan mengangkat tema beladiri khas Indonesia, pencak silat.

Rencananya, Minggu (2/11) besok, akan memulai proses syutingnya dengan melibatkan aktris kenamaan Christine Hakim, Alex Abbad, Donny Alamsyah, altet pencak silat nasional, Iko Uwais dan dua aktor asing aktor asing seperti Mads Kudal asal Denmark dan Laurent Buson (Prancis).
 
Film  Merantau mengangkat cerita salah satu tradisi di Minangkabau Sumatera Barat, di mana seorang anak laki-laki harus melakukan perjalanan guna memperoleh nama untuk dirinya.  Tokoh sentralnya, Yuda, akan dipercayakan kepada pesilat Iko Uwais. 

Sementara itu, Donny Alamsyah, pemeran tokoh Yayan dalam film tersebut, mengaku sangat antusias terlibat dalam film layar ketiganya, setelah Sang Dewi dan 9 Naga.  "Saya melihat skenario film ini sangat bagus. Ini film drama, tapi juga mengangkat seni budaya beladiri tradisional Indonesia. Sayang, saya enggak dapat adegan berantemnya," kata Donny di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jumat.

Di film tersebut, aktor asal Denmark Mads Kudal, akan berperan sebagai seorang penjahat bernama Ratger. Ia mengungkapkan keterlibatannya di film ini lantaran pernah satu menggarap proyek bareng sutradara asal Inggris, Gareth Huw Evans. 

"Sejujurnya, saya tak begitu banyak tahu tentang film Indonesia, biasanya hanya dari Jepang atau China. Tapi menurut saya skenario di film ini sangat bagus," puji bintang serial  Six Reasons Why itu.
Rencananya, film yang penata gerak beladirinya dipercayakan kepada Edwel Datok Rajo Gampo alamn ini akan dirilis pada April 2009 mendatang. (C-02/ANT/EH)

Merantau Production Blog 1: The Beginning from Merantau Films on Vimeo.



Merantau Production Blog 2: The Choreography from Merantau Films on Vimeo.



Merantau Production Blog 3: The Test from Merantau Films on Vimeo.



Merantau Production Blog 4: The Cast and Press Conference from Merantau Films on Vimeo.


Merantau Production Blog 5: The 56 Takes from Merantau Films on Vimeo.



Merantau Production Blog 6: Bekasi from Merantau Films on Vimeo.



Merantau Production Blog 7: Bukit Tinggi from Merantau Films on Vimeo.

 
Merantau Production Blog 8: Streets and Alleyways from Merantau Films on Vimeo.


Merantau Production Blog 9: Studios And The Recruitment Centre from Merantau Films on Vimeo.



Posted in Informasi, Life Style | 31 Oct 2008
Untuk kali pertama, aktor asal Denmark, Mads Koudal, bakal beradu akting di Indonesia lewat film laga bertajuk “Merantau”.
Di film yang mengambil latar belakang tentang ilmu bela diri pencak silat ini, Mads berperan sebagai penjahat bernama Ratger. Keterlibatannya sebagai salah satu pemain asing, berawal dari ajakan sutradara asal Inggris, Gareth Huw Evans, yang sangat tertarik pada penbcak silat.
“Mungkin terdengar klise, tapi saya pernah bekerja sama dengan Gareth tahun 2005 lalu. Dan dari skenario yang ditawarkan sangat bagus. Saya bukan pemain beladiri, tapi di sini ditawarkan drama dengan bumbu aksi,” kata Mads, saat ditemui di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jumat siang.
Diakui Mads, selama ini ia belum pernah berkunjung ataupun melihat film-film asal Indonesia. Tapi dirinya sangat antusias untuk bisa bekerja sama. “Saya tidak tahu banyak tentang film Indonesia, biasanya hanya dari Jepang atau China. Tapi orang-orang di sini pekerja keras dan ramah, sangat profesional,” puji bintang serial “Six Reasons Why” itu.
Film “Merantau” bercerita tentang tradisi Sumatera Barat, tempat seorang anak laki-laki harus melakukan perjalanan guna memperoleh nama untuk dirinya. Diproduseri oleh Ario Sagantoro, proyek film ini melibatkan altet pencak silat nasional, Iko Uwais sebagai Yuda, Siska Jesika, Yusuf Aulia, Christine Hakim dan Donny Alamsyah. Serta aktor asing seperti Mads dan Laurent Buson asal Prancis.
Jika tak ada aral merintang, proses syuting akan dilakukan mulai Minggu (2/11) dan akan dirilis pada April 2009.

Iko Uwis Ingin Jadi Jet Li Indonesia

Minggu, 02 November 2008 10:46

Iko Uwais

- Di tengah maraknya film-film horor di tanah air film bergenre action, MERANTAU membawa sedikit angin segar bagi penggemar film. Di film yang menonjolkan ilmu bela diri Indonesia ini mendapuk beberapa pemain baru, salah satunya mantan pesilat, yakni Iko Uwis. Terjun ke dunia film Iko berkeinginan jadi Jet Li Indonesia.Iko tak menampik kalau dirinya ingin dikenal seperti Jet Li, untuk mencapai ketenaran dia kini berupaya memberikan yang terbaik dalam perannya. "Jujur kalau mau terkenal seperti dia (Jet Li) siapa yang nggak mau. Tapi ini adalah shooting untuk film pertamaku. Jadi aku akan memberikan yang terbaik dulu. Tidak berpikir menjadi Jet Li," ungkap Iko yang ditemui di Preskon MERANTAU di Blitz Megaplex Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (31/10).
Iko memberikan dukungan penuhnya dengan misi film ini, yang akan memperkenalkan keunikan tradisi seni bela diri Indonesia (pencak silat). "Film ini juga untuk memperkenalkan dunia silat ke luar negeri, karena sangat disayangkan kita sendiri tidak bisa melihat seni bela diri dari dalam negeri. Malah kita sering belajar dari luar negeri, seperti kapoera. Padahal banyak orang bule pengen belajar silat, karena menurut mereka silat itu sangat indah, seperti tarian. Aku sendiri belajar silat dari kelas 5 SD, kebetulan eyang aku sendiri gurunya," tambahnya.


Note : sebenernya saya sedang bikin ulasannya yang lebih lengkap dan bisa di download, tapi berhubung belum sempat, ya belum jd deh

Senin, 10 November 2008

Acculturation at the Core of Pencak Silat



Rapid Journal Vol 4, No.4 (Book 14, 2000: 40 – 41)

© O'ong Maryono
www.kpsnusantara.com


As we discussed in the previous article (O'ong Maryono 1999:38-39), Malay myths concur that pencak silat was originally developed by tribal groups in the archipelago through the observation of animal movements and other natural phenomena, in an effort to defend themselves from wild creatures and other environmental dangers. In the course of time, pencak silat eventually become instrumental in attaining social status when fighting among tribal groups, clans, communities and later kingdoms. Because of his/her skills a person could be feared and respected by the surrounding society, and secure prestige and political power:
Pencak silat as self-defense has always existed, since human beings had to fight with each other and with wild animals in order to survive. At that time, people who were strong and skilled in fighting could attain a privileged position in society, and could become heads of clans or army commanders. In the long run, fighting techniques started to be regulated, so that a comprehensive martial art form was developed which was eventually called pencak

silat. (Asikin 1975:9-10)
Subjugation happened because groups of people stated to fight each other to gain control of power. In an effort to expand the conquered areas, kingdoms were created. To maintain and expand the power of these kingdoms, self-defense, with or without arms, was developed. (Liem Yoe Kiong 1960:38-40)

When, where and how this process of systematization started nobody knows. What can be gathered from the scant information available is that pencak silat developed from the acculturation of various self-defense styles, which had developed locally under different names and with different characteristics. As Draeger puts it (1992:32): 'Pentjak-silat is certainly to be termed a combative form indigenous to Indonesia [and more generally to the Malay world]. But it is a synthesis product, not a purely autogenic endeavor'.

The development of 'pure' local material arts, 'clean' from outside influences could only happen in communities that were isolated and did not have access to communication and transportation means as we know today. But, in later centuries, with the rise of kingdoms in the archipelago, and the development of sea and land transportation, an irreversible process of interaction and cultural exchange started among the various kingdoms as well as with the outside world, which compelled the interplay of different martial arts:

Self-defense is not a static knowledge, but it has developed in the course of time. Through acculturation, existing physical arts were enhanced and different styles shaped. Population moves, kingdoms' expansion, and migration caused the encounter of various self-defense forms and their interchange. It is also possible that the arrival of foreign people in the archipelago enriched Indonesian self-defense. (PB IPSI 1995:9)

Only after connecting with the outside world and communicating across regions and islands, cultures, including martial arts, interacted…. This acculturation process not only happened between two cultures, but among many cultures. Nowadays, we cannot differentiate anymore which culture is original and which is not, since the result is one and well-integrated. (Murhananto 1993:7)

The ancient kingdoms of Indonesia have a long tradition of interaction with other ancient kingdoms in South and East Asia, especially in China and India, since the Hindu Kingdom of Kalingga during the VIIth century in East Java. Linkages were of various nature, including marriage, religious, commercial and diplomatic relationships.
We know for example from the Chinese Buddhist monk I-tsing (around 671) that it was common for Chinese monks to stop in the Kingdom of Sriwijaya (Sumatra), which at the time was the most important kingdom of the Indonesian archipelago, on their way to India to study Buddhism. They would study Sanskrit there before continuing their travel and then again on their way back. This route from China to India, cutting across various Southeast Asian countries, is well known as the "silk route" (Achiadati et al 1989:12-13).

I-tsing himself finished his study of ten years in Nalanda around 685 and stayed in Sriwijaya for 4 years to translate Buddhist textbooks from Sanskrit to Cantonese. He narrates that at the time more than 1000 monks from different kingdoms studied in the temples (mandala) of Sriwijaya. There, they learned local martial arts forms while sharing their own specific knowledge.

The renown martial arts expert, Donn F. Drager and many representatives of the Indonesian Pencak Silat Association (IPSI) believe that already in the VII century the population of Riau, then part of the Kingdom of Sriwijaya, already used specific, original martial arts techniques which were later disseminated to Semenanjung Tanah Melayu across Malacca and later to Java with the expansion of the Kingdom of Sriwijaya, and to other countries through the silk route. Still, it seems credible that this process of acculturation was two-ways and that Malay silat has also been influenced by other martial arts forms, considering that at that time martial arts were very developed in East Asia, especially during the dynasty Yin-en-Zhou (771-1200) in China, Emperor Suezei (688) in Japan, and the dynasty Sila (668-935) in Korea (Theeboom & Li Chang Duo 1993:12; Yen Hee Park, Yeon Hwan Park & Gerrard 1989:3).

More generally, there are no strong historical references to either confirm or reject Draeger's assumption. The first reference to silat in Sumatra can be found in literary text (i.e. Tambo Alam Minangkabau) and only refers to the XIth century. Even there, silat is presented as the product of various cultures. According to this source of Minangkabau traditions and customs, the Parahiangan Kingdom's adviser, Datuk Suri Diraja (1097-1198) played a central role in developing silat. As the story goes, the Parahiangan royal family had good interaction with different kingdoms in Asia and even had various in-laws from abroad, including from the Siam Kingdom (Khemer), the Campa Kingdom (Vietnam), Cambodia and the Persian Kingdom (Iran). These in-laws had their own bodyguards who were martial arts experts. Datuk Suri Diraja would teach them silat Minangkabau while they would teach their techniques to others in the palace, creating new variations. The Tambo Minangkabau specifically tells of four bodyguards, namely Kucieng Siam from Siam, Harimau Campa from Campa; Kambieng Hitam from Cambodia and Anjing Mualim from Persia. These names are still very popular and are used to indicate different West Sumatra techniques, i.e. jurus Harimau Campo, jurus Kambieng Hitam, etc. (Jamal 1986:6).

More study is of course needed to assess the historical values of this legend. Still in clearly reflects the syncretic character of pencak silat, highlighting its long tradition of acculturation with other Asian cultures. We need to do more research to scientifically prove the interconnectedness between martial arts in the Malay word and in other Asian countries, but I have no doubts that there are strong links and a common cultural heritage. Furthermore, it is important to stress that acculturation is inherent to pencak silat. "Modern" pencak silat is the product of the combination of different techniques from different martial arts styles, and different theological and philosophical conceptualizations derived from different cultures. As a result pencak silat styles are many and varied. In Indonesia, we can observe pencak silat styles that embrace animistic elements (in Java, Kejawen) or adhere to Islam, Hinduism, Buddhism, or Catholicism. Similarly, pencak silat reflects movements and techniques that are proper of the many ethic groups and cultures in the Archipelago. Although pencak silat is a Malay cultural product it does not exclusively belongs to only one particular ethnic or religious group.

References

Achadiati, Y. et al.
1984 Kebatinan dan Dakwah kepada Orang Jawa. Yogyakarta: Percetakan Persatuan.
Asikin
1975 Pelajaran Pencak Silat. Bandung: Tarate.
Draeger, D.
1992 Weapons and Fighting Arts of Indonesia. Tokyo: Charles E. Tuttle Publishing Co. Inc.
Jamal, D.
1986 Aliran Aliran Silat Minangkabau. Padang Panjang: Tropic Bukitinggi.
Liem Yoe Kiong
1960 Ilmu Silat, Sedjarah, Theorie dan Practijk. Malang: C.V. "Penjedar".
Murhananto
1993 Menyalami Pencak Silat. Jakarta: Puspa Swara.
O'ong Maryono
1999 Origin of Pencak Silat as told by Myths. Rapid Journal 4(3):38-39.
PB IPSI
1995 Sejarah dan Organisasi Pencak Silat Indonesia. Unpublished report.
Theeboom & Li Chang Duo
1993 Wushu de Chinese Vechtsporten. Rijswijk: Elmar BV.
Yen Hee Park, Yeon Hwan Park & Gerrard, J.
1989 Tae kwon do. London: World Lock Limited.


ALIRAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIGA BERANTAI

ALIRAN CIKALONG

Bermula dari nama desa Cikalong Kabupaten Cianjur pencak silat Cikalong tumbuh dikenal dan menyebar, penduduk tempatan menyebutnya "Maempo Cikalong". Khususnya di Jawa Barat dan diseluruh Nusantara pada umumnya, hampir seluruh perguruan pencak silat melengkapi teknik perguruannya dengan aliran ini.
Daerah Cianjur sudah sejak dahulu terkenal sebagai daerah pengembangan kebudayaan Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen cianjuran, pakaian moda Cianjuran yang sampai kini dipergunakan dll.



Cikal bakal permainan maempo (maen pohok) ini diajarkan oleh keluarga bangsawan Cikalong yang bernama Rd.H.Ibrahim dilahirkan di Cikalong 1816 dan wafat 1906 dimakamkan didesa Majalaya Cikalong Cianjur.
Sebelum menunaikan ibadah haji beliau bernama Rd. Djajaperbata yang memiliki ciri-ciri, bertubuh pendek, berbadan lebar, kekar, tangannya lancip, keningnya tidak lebar, berwatak keras dan pemberani. Jika berlatih/menghadapi lawan selalu waspada dan lebih suka menggunakan teknik bertahan. Teknik serangan yang digunakan selalu diawali dengan hindaran lalu dilanjutkan serangan beruntun tangan dan kaki. Beliau tidak saja mahir bermain dengan tangan kosong, melainkan juga dengan senjata gobang menjadi favoritnya. Permainan maempo dalam hidupnya sudah menjadi darah daging yang sukar dipisahkan. Kehebatan dan kemahiran bermain maempo Rd.H.Ibrahim banyak diceriterakan oleh penduduk tempatan secara ketuktular, salah satu diantaranya:
Konon ketika Rd.H.Ibrahim mengikuti Dalem Prawiradiredja yang lebih dikenal sebagai Dalem Marhum (wafat 1912) pergi berburu menjangan di Kecamatan Palumbon, sekarang daerah Kecamatan Mande.
Tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan penduduk, memberitahukan ada seekor harimau besar di pinggir kali kecil yang sedang meraung.
Dalem Marhum bercanda sembari ngeledek; ucapnya dia bukan pendekar jikalau belum bisa mengalahkan harimau.
Mendengar ejekan Dalem Marhum, Rd.H.Ibrahim telinganya terasa terbakar, diambilnya gobang kesayangan "Salam Nunggal" yang gagangnya terbuat dari gading gajah.
Sembari berteriak aku buktikan ucapnya, beliau melangkah tenang dan meyakinkan pergi diantar penduduk ke lokasi harimau. Disaksikan banyak mata pertarungan dengan harimau ditepi kali berjalan dengan seru. Rd.H.Ibrahim mendekati, harimau merasa terdesak dan menerkam dengan buasnya. Sekali hindar dilanjutkan babatan gobang, mengenai pelipis harimau jatuh tersungkur mati ditempat. Beliau mengatakan ini pengalaman pertama dalam hidupnya, perkelaian yang mempertaruhkan hidup mati. Ucapan selamat sebagai pendekar dari Dalem Marhum penuh kekaguman, sedangkan masyarakat menceriterakan sebagai kejadian yang menakjubkan.

Keperkasaan, kesaktian sebagi pendekar Cikalong Rd.H.Ibrahim yang sampai kini melekat dihati masyarakat pencak silat di Jawa Barat. Keberhasilan diri menjadi pendekar besar yang tersohor berkat dorongan dan tempaan dari beberapa pendekar di Batavia.
Guru pertama adalah Rd.Ateng Alimudin (kakak misan) yang memperistri kakak perempuannya yaitu Nji Rd.Siti Hadijah.
Rd.Ateng Alimudin pendekar besar dari Kampung Baru Djatinegara Di Kampung Baru Rd.H.Ibrahim berlatih dasar-dasar pencak silat hingga menguasai seluruh jurus permainan Rd.Ateng Alimudin. Kecuali berlatih pencak silat beliau diajar berdagang kuda bekas milik kompeni untuk diperjualbelikan di Cianjur.
Dorongan hati untuk menguasai dan mau lebih tahu tentang pencak silat di sokong oleh kakak misannya.
Rd.Ateng Alimudin membawanya ke Kampung Karet, Tanah Abang dan memperkenalkan ke Abang Ma'rup. Permintaanya untuk mempelajari pencak silat di kabulkan, beliau dengan semangat dan tekun mempelajari permaian Abang Ma'rup. Dasar yang kuat memperpendek masa berguru untuk menguasai jurus-jurus yang diajarkan.
Kecerdasan dan ketangkasan menguasai berbagai jurus pencak silat yang baru diajarkan sangat menajubkan.(beliau mengangkat sebagai guru kedua)
Menurut keterangan ayahnya Rd.Radjadidiredja, Abang Ma'rup adalah pendekar tersohor di Batavia karena namanya yang tersohor banyak orang berdatangan dari udik ingin belajar pencak silat.
Ciri-cirinya berbadan pendek bulat kekar, permainan sangat licin sulit disentuh lawannya, jurus serangannya sering membuat lawan terpedaya.


Rd.H.Ibrahim yang bekerja sebagai pedagang kuda suatu hari membeli kuda Eropa yang binal di Batavia, kuda yang baru dibeli harus diganti tapal baru, namun pande kuda tidak ada yang berani memasangnya. Menurut petunjuk beberapa orang, yang berani hanya Bang Madi di Kampung Gang Tengah.
Kuda binal itu dibawanya, Bang Madi menerima dengan senang hati atas bekerjaan yang diberikan. Dengan seribu pengalaman Abang Madi dengan tenang membuka tapal yang sudah usang dan menggantinya dengan yang baru. Ketika hendak memaku tapal tiba-tiba kuda binal itu menendang, dengan gerakan secepat kilat tendangan kaki kuda ditangkis lalu patah kaki kuda itu.
Kejadian itu terjadi didepan mata Rd.H.Ibrahim, beliau memandang peristiwa ini sangat menakjubkan.
Rd.H.Ibrahim memandangi postur tubuh pendek dan lebar dengan perawakan muka yang sabar dan selalu merendahkan diri tak nampak sebagai pendekar pencak silat. Usut ke usut Bang Madi adalah pendekar pencak silat yang tangguh, atas seizinnya Rd.H.Ibrahim mengangkat Abang Madi sebagai gurunya yang ketiga.
Tawaran Rd.H.Ibrahim untuk memboyong Abang Madi ke Cikalong diterima, beliau mempelajari jurus-jurus permainan Abang Madi sampai mahir.

Mengikuti anjuran guru pertama dan ketiga agar Rd.H.Ibrahim menemuhi Abang Kari, pendekar tersohor yang tinggal di desa Benteng Tangerang.
Pertemuan Rd.H.Ibrahim dengan Abang Kari di Benteng diterima dengan tangan terbuka, saat itu diungkapkan niatnya untuk berguru pencak silat. Setelah tahu kedatangan Rd.H.Ibrahim untuk menuntut ilmu, Abang Kari memberi nasehat dan penjelasan tentang ilmu pencak silat bukan untuk ria, takabur atau menyakiti dan mencelakakan orang lain.
Pernyataan kesanggupan dan setia mengikuti aturan yang diberikan, Abang Kari menerima Rd.h.Ibrahim sebagai muridnya.
Diawali melakukan puasa di hari Kemis selama sehari suntuk, yang ditutup pada malam harinya. .
Bentuk upacara yang dilakukan, sesudah mandi bersih duduk bersila di atas kain kafan menghadap ke kiblat, satu sama lain saling berjabatan tangan berjanji. Rd.H.Ibrahim bersumpah setia siap menjalankan perintah dan menghindari larangan yang diajarkan oleh ajaran agama Islam dan gurunya.
Setelah usai upacara ritual, beliau mendapat pelajaran jurus permainan Abang Kari. Tepat usia 40 tahun Rd.H.Ibrahim dapat menyelesaikan ajaran pencak silat Abang Kari, namun yang dirasakan dirinya belum cukup sebagai pendekar. Keinginnya untuk menuntut ilmu kepada pendekar-pendekar besar tak pernah kunjung padam. Rasa hormat kepada gurunya tetap menjadi sandaran hidupnya dan menyatakan Abang Kari yang berpawakan tinggi besar dan dikeningnya terdapat urat yang besar, memiliki permainan serangan kaki dan tangan yang keras serta beruntun sebagai gurunya yang ke empat. Usai pengembaran menuntut ilmu pencak silat di Batavia, beliau kembali ke Cikalong.

Disela-sela waktu luangnya Rd.H. Ibrahim memadukan seluruh permainan yang dikuasai dan mengajarkan kepandaiannya kepada keluarga terdekat, murid pertama yaitu Rd. Sirot Pasar Baru Cianjur dan Rd.H. Enoh De Hoofd Pengulu Cianjur. Pada saat itu ilmu pencak silat di Jawa Barat merupakan ilmu beladiri yang dirahasiakan dan tidak mudah didapat oleh kalangan masyarakat awam. Tidak aneh rasanya jika pencak silat Cikalong hanya berkembang dikalangan keluarga bangsawan di Cikalong.
Murid-murid Rd.H.Ibrahim semakin hari semakin banyak dan mahir memainkannya. Pencak silat tumbuh terus berkembang bagaikan barang hidup seperti bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan tempat dan waktu sesuai tuntutan zamannya. Pencak silat yang dipelajari dari keempat gurunya di Batavia dan Tangerang pada dasarnya tidak mengenal musik pengiring. Didaerah Cianjur yang terkenal sebagai pusat kebudayaan Sunda, beralkuturasi dengan kebudayaan setempat.

Bentuk olahan baru pencak silat Cikalong disajikan sebagai ibing penca yang diiringi musik khusus gendang penca. Ibing penca Cikalong semakin hari banyak digemari dan terus meningkat peminatnya. Dihari perayaan hitanan atau pesta tertentu ibing penca diperagakan sebagai tontonan untuk umum. Semakin banyak penduduk mengenal keindahan gerakan permainan ibing penca yang berasal dari Cikalong dan penduduk daerah lain memberikan sebutan " Penca Cikalong". Berkat pengembangan dan perluasan perkebunan di zaman kolonial Belanda ke Jawa Timur, aliran pencak silat Cikalong terbawa oleh pekerja perkebunan yang kebayakan berasal dari daerah Jawa Barat .


ASAL- MUASAL NAMA PENCAK SILAT DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Pencak Silat


Pencak Silat (pronounced pen-chuck see-lut) is the official name used to indicate more than 800 martial arts schools and styles spread across more than 13,000 islands in Indonesia. The art has also reached Europe, and is especially popular in the Netherlands, Spain and France, though it is gaining popularity all over the world thanks to PERSILAT, the world-governing body for the martial art[1].

Contents

[hide]

[edit] Terminology

In Indonesia, the official name used to indicate more than 800 martial arts schools and styles spread across more than 13,000 islands is "pencak silat". However, this is actually a compound name consisting of two terms used in different regions. The word "pencak" and its dialectic derivatives such as "penca" West Java and "mancak" (Madura and Bali) is commonly used in Java, Madura and Bali, whereas the term "silat" or "silek" is used in Sumatra. The ambition to unify all these different cultural expressions in a common terminology as part of declaring Indonesia's unity and independence from colonial power, was first expressed in 1948 with the establishment of the Ikatan Pencak Silat Indonesia (Indonesian Pencak Silat Association, IPSI). However, it could only be realized in 1973 when representatives from different schools and styles finally formally agreed to the use of "pencak silat" in official discourse, albeit original terms are still widely used at the local level. [2]

[edit] History

Balinese warriors with keris

It is not easy to trace back the history of pencak silat because written documentation is limited and oral information is handed down from the gurus or masters. Each region in the archipelago has its own version of its origin which is largely based on oral tradition.

Silat takes important role in country's history. Since the age of Ancient Indonesian Hindu-Buddhist kingdoms like Srivijaya, Majapahit, Kingdom of Sunda . They used silat to train their soldiers and warriors.

Archaeological evidence reveals that by the sixth century A.D. formalized combative systems were being practiced in the area of Sumatra and the Malay peninsula. Two kingdoms, the Srivijaya in Sumatra from the 7th to the 14th century and the Majapahit in Java from the 13th to 16th centuries made good use of these fighting skills and were able to extend their rule across much of what is now Indonesia, Malaysia and Singapore.

According to tradition of Minangkabau, their Silek (Minangkabau pencak silat) can be traced to the fore father of ancient Minangkabau people, Datuk Suri Dirajo .

Minangkabau Warriors

It is said that according to old Javanese poetry, Kidung Sunda, the sentinels of the Prabu Maharaja Sunda exhibited great skill in the art of pencak silat when they escorted Princess Dyah Pitaloka to Majapahit as a potential bride for King Hayam Wuruk, and faced indignities that greatly affronted their honour[3]. In a battle that ensued at the Bubat field (1346), the Sundanese forces fought to the last drop of blood, using special pencak moves and various weapons,

Albeit the pencak silat styles employed in combat were different, we can still draw the conclusion that in Javanese kingdoms throughout the archipelago, pencak silat served the same function: to defend, maintain or expand territory.

Also in ancient times, the Buginese and Makasar people from South Sulawesi region were known as tough sailors, adventurers, mercenaries and fearless warriors . Throughout the archipelago, these people were known for their combat skills. Nowadays, some well known silat schools in Malaysia can trace their lineage back to ancient buginese warriors.

Buginese warriors

The Dutch arrived in the seventeenth century and controlled the spice trade up until the early 20th century, with brief periods of the English and Portuguese attempting unsuccessfully to gain a lasting foothold in Indonesia. During this period of Dutch rule. Pentjak Silat or Pencak Silat (as it is known in Indonesia today) was practiced underground until the country gained its independence in 1949.

The growing spirit of nationalism within pencak silat circles echoed the intensification of efforts to realise 'One Country, one Nation, one Language' in the archipelago. Following several incidents of mass uprising in the 1920s and the declaration of the Youth Pledge on October 10, 1928 in Batavia, the colonial government tightened and expanded its control over youth activities, pencak silat included. The colonial intelligence apparatus (PID) kept a close eye on all activities and organisations considered to be potentially in opposition to Dutch control. Training in pencak silat provided youths the strength, confidence and courage needed to resist the Dutch colonialists. Therefore pencak silat self-defence activities were closely scrutinised as they were suspected to be the front for political activities, and had to go underground. Training was done in private houses, in small groups of no more than five persons. At the end of the training, the pesilat had to leave one by one without attracting the neighbours' attention. At times, training would be carried out in secret locations in the middle of the night (from midnight to morning prayers) to avoid the scrutiny of the Dutch. Pencak silat teachers often made use of eerie locations such as graveyards, since even the police would be scared to go there, and they could be protected and safeguarded by the spirits of their ancestors.

Pencak silat matches too began to disappear from public eye following their prohibition by the colonial government in the 1930s. What is more, many pesilat, who were also political figures, met with bitter fates and had to live in prisons or isolated camps for several years. Pencak silat epics abound with stories of masters who 'were branded as extremists and forced to move around to avoid arrest', or who were punished for having opposed Dutch authority by using their pencak silat skills, both physical and spiritual. Although we cannot generalise and assume that all pencak silat teachers and schools opposed the colonial government, from the above it clearly appears that pencak silat played an important role in the struggle for independence.

Many pencak silat masters joined the Barisan Pelopor under the leadership of President Soekarno, to help realise the dream of an independent Indonesian nation. Among them were women freedom fighters like Ibu Enny Rukmini Sekarningrat, a Panglipur master from Garut . She fought against the Dutch alongside the Pangeran Papak Troops in Wanaraja, Garut, and the Mayor Rukmana Troops in Yogyakarta. As the capital city of the Republic of Indonesia at that time, Yogyakarta came under very heavy fire from Dutch troops. A great many pencak silat masters came from all over the archipelago to defend it from occupation. The same happened for Bandung, Surabaya, and other cities involved in the struggle.

Bali Silat Grand Master Made Sujana Balok in Traditional Costume

Pencak silat was also instrumental to the revolutionary movement in Bali. After learning pencak silat as part of his Peta military training in West Java, national hero I Gusti Ngurah Rai gave lessons to his troops to boost the skills they needed to overthrow the foreign enemy. The soldiers in turn covertly trained the people of Banjar, even though the Dutch army forbade this. So today, pencak silat originating from West Java has taken root and developed on the island of Bali.

The heroism of pencak silat masters was not limited only to warfare. We must not forget their safeguarding the first President of the Indonesian Republic at a time of political uncertainty. It has been recorded in history that the night before the proclamation of independence on August 17, 1945, five special sentinels highly skilled in pencak silat[4] guarded Soekarno.[5]

Styles and Techniques

There is no overall standard for Pencak Silat. Each style has its own particular movement patterns, specially designed techniques and tactical rationale. The richness of terms reflects a wide diversity in styles and techniques across the regions due to the fact that pencak silat has been developed by different masters who have created their own style according to their preferences and to the physical environment and social-cultural context in which they live. Lets take as example West Java, Central Java and West Sumatra. West Java is inhabited by a specific ethnic group with specific cultural and social norms. For them, pencak silat is part of their way of life or as they say is "the blood in their body". In their language they say "penca" or "menpo" (from "maen poho', which literally means play with trickery) to indicate their main four styles Cimande, Cikalong, Timbangan, and Cikaret and all the schools and techniques which have derived from them. The Sundanese people have always utilized penca/mempo' for self-defense and recreation, and only recently have started to use it as a sport in national and regional competitions. In its self-defense form, using hands fighting techniques combined with a series of characteristic footsteps such as langka sigzag (zigzag step), langka tilu (triangular step), langka opat (quadrangular step) and langka lam alip, penca can be very dangerous. Therefore it is kept secret and, especially its magic (tenaga dalam or inner power) component is only taught in phases to selected students.

Penca as art (penca ibing) has been a source of inspiration for traditional Sundanese dances such as Jaepongan, Ketu'tilu', Dombret, and Cikeruhan and actually it resembles dance in its use of music instruments. These instruments, called "pencak drummers" (gendang penca), are devoted exclusively to penca performances and consist of two sets of drummers (gendang anak dan kulantir), a trumpet (tetet) and a gong. Pencak performances also use standard music rhythms such as tepak dua, tepak tilu, tepak dungdung, golempang and paleredan. Penca as art is not considered dangerous and can be openly shown to everyone. From generation to generation until today, penca performances animate wedding parties, rituals of circumcision, celebrations of the rice harvest and all kind of national festivities.

Differently from West Java, in Central Java, Javanese people have traditionally used pencak only for self-defense and are not inclined to show it in public. Furthermore, the spiritual aspect (kebatinan) is much more dominant. This is probably related to the fact that pencak silat in Central Java developed from the Yogyakarta Sultanate and later expanded to surrounding neighborhoods after the kingdoms lost their political role in the XV and XVI centuries. In the keraton (Sultan's palace) pencak silat had undergone a transformation from pure martial art to be used in combat, to an elaborate form of spiritual and humanistic education. In this later form it spread outside the keraton walls where it developed the use of self-defense techniques to reach spiritual awareness as well as the use of inner powers to attain supernatural physical strengths.

Again pencak silat in West Sumatra is a different cultural expression in both its forms and meaning. Similarly to West Java, in West Sumatra a distinction is made between self-defense, called sile' or silat, and the related art version called pencak which has influenced many traditional dances such as Sewah, Alo Ambek and Gelombang. The ethnic group of Minangkabau who lives around the Merapi Mountain in West Sumatra regard silat as their village's heirloom (pusaka anak nagari) which is meant for the youth to defend themselves while traveling ashore and it is not intended for outsiders. Instead, pencak as a dance is accessible to everybody.

Randai performances with silek (silat) as one of the dance's components.

In this region almost every village (nagari) has a different style (aliran) of silat as reflected by the many names, some of which refer to the founders (like Silat Tuanku Ulakan, Silat Pakik Rabun, Silat Malin Marajo) and some to the original locations where the style was developed (Silat Kumango, Silat Lintau, Silat Starlak, Silat Pauh, Silat Painan, Silat Sungai Patai and Silat Fort de Kock). These styles can be classified into two main groups according to the foot-stands (kuda-kuda) they use. In the coastal area, silat styles use a very low kuda-kuda and prefer hand techniques whereas in the mountain area the kuda-kuda is higher and foot techniques are dominant. This is due to the different environments in which silat has developed. On the sand, a high kuda-kuda would not be stable and in the mountain, where the ground is oblique and uneven, a low kuda-kuda would be impossible to practice. As a Minangkabau proverb says: "Alam takambang menjadi guru" (the surrounding nature is our teacher).[6]

[edit] Weapons

Pencak silat performed during Betawi wedding ceremony demonstrate techniques to disarm a golok-wielding opponent.

Along with the human body, Pencak Silat employs several weapons. Among the hundreds of styles are dozens of weapons, including:

  • Kris: A curvy blade made from folding different types of metal together and then is washed in acid, giving the blade its distinct look.
  • Kujang: Sundanese blade
  • Badik Buginese and Makasarese blade
  • Pedang/Sundang: A sword, either single or double edged.
  • Parang/Golok: A machete/broadsword, commonly used in daily tasks, especially those involving farming or harvesting.
  • Lembing/Seligi: A spear/javelin made of either wood or bamboo.
  • Kayu/Batang: Stick, staff or rod made of bamboo, steel or wood.
  • Chabang/Cabang: Three-pronged knife thought to derive from the trisula (trident)
  • Karambit: A small claw-like curved blade or dagger worn in the hair. Easily concealed and is known as a woman's weapon.
  • Sabit/Clurit: A sickle, commonly used in farming, cultivation and harvesting of crops.
  • Tongkat/Toya: A walking stick carried by the elderly or travellers.


  • Pencak silat adalah suatu karya manusia dalam usaha untuk melindungi diri dari ancaman bahaya yang ditimbulkan oleh binatang buas atau oleh manusia. Pencak silat bukan hanya alat perlindungan jasmani belaka, melainkan juga untuk ketentraman rohani. Dengan menguasai pencak silat, kekuatan mental manusia akan bertambah tinggi, rohani merasa aman karena tidak takut menghadapi bahaya lagi.

Pada dasarnya pencak silat berasal dari sumber yang sama dengan asal usul manusia itu sendiri, karena semakin banyak penduduk maka manusia berpencar untuk mencari kehidupan di tempat yang baru. Maka pencak silat pun mengalami perkembangan sesuai dengan pengaruh alam sekitarnya. Sebagai contoh, di daerah pedalaman, banyak aliran silat yang meniru gerakan binatang hutan seperti harimau, monyet, ular, gajah, kuda, gelombang laut dan sebagainya.

Selain itu perkembangan pencak silat juga dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan asing seperti kebudayaan Hindu, Budha dan kebudayaan Cina.

Sebagian aliran pencak silat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu dari India, yaitu dengan adanya unsur mistik atau supranatural yang berasal dari ajaran Hindu.

Dengan masuknya kebudayaan Cina yang sudah memiliki beladiri sendiri seperti Kungfu, Wushu, Kuntao, dll, dapat diperkirakan bahwa unsur ini turut mewarnai perkembangan silat di Indonesia. Ada yang mengatakan kata silat berasal dari kata “si” dan “lat”, yang dalam bahasa Cina “si” berarti “empat” dan “lat” yang berarti “langkah”.


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More